DUNIA remaja
selalu identik dengan problem. Bukan remaja kalau bukan punya problem,
begitulah kira-kira ungkapan yang tepat. Akibatnya, kini banyak orangtua
yang bingung menghadapi anaknya ketika memasuki usia remaja. Bahkan,
kadangkala orangtua ikut larut stress lantaran anaknya yang sedang menghadapi usia-usia transisi (remaja).
Di Amerika Serikat, pernah dilakukan sebuah penelitian tentang kehidupan remaja. Dari
penelitian itu merekomendasikan bahwa kaula muda (remaja) adalah tempat
berseminya sebuah problem. Bev Cobain misalnya, seperti yang terungkap
dalam bukunya “When Nothing Matters Anymore: a Survival Guide for Depressed Teens” menyatakan,
ada sekitar 18 juta penduduk Amerika mengalami problem depresi. Dua
puluh persennya adalah Siswa Menengah Atas (SMA) atau usia remaja, yang
rata-rata punya masalah psikiatris. Remaja yang terus menerus sedih,
marah, kalut, salah paham, atau memberontak, kemungkinan besar adalah
mengalami problem.
Tidak
ada orangtua yang tidak sedih ketika melihat anaknya diterpa tekanan
batin, patah semangat, free sex, pecandu narkotika, suka tawuran dan
lain-lain. Lebih-lebih, kini kehidupan di kota-kota besar sangat
mengerikan. Metropolitan sebagai simbol kota yang bebas dan “serba ada”
cenderung mengiring keadaan menjadi problem remaja. Tidak salah, kalau
problematika usia remaja kini semakin komplek. Akibatnya, menyebabkan
keprustasian, kegagalan, bahkan kematian remaja.
Dalam
bukunya “Menyentuh Hati Remaja: Bimbingan Islami untuk Mengatasi
Problem-problem Remaja” Ruqayyah Waris Maqsood dengan tekun dan jeli
bagaimana menerapi problem anak pada umumnya. Melalui sentuhan-sentuhan
Islam, Ruqayyah berhasil mengatasi segudang problema yang dihadapi
anak-anak remaja. Pengalaman terapi islami inilah membuka mata hati para
remaja yang terbalut permasalahan, akhirnya keluar dan kini menjadi
anak yang ditanagninya menjadi anak menyenangkan, berbahagia dan bisa
menikmati usia remaja sejatinya.
Semua
orang pasti pernah melewati dan merasakan usia remaja. Namun, semua
orang berbeda ketika memasuki usia gejolak itu. Saat-saat kakek-nenek
kita dulu remaja, sangat berbeda dengan remaja sekarang. Jadi, standar
problem remaja tempo dulu berbeda sama sekali dengan problem remaja
kini. Sehingga pendekatan yang dipakai harus secara up to date sesuai dengan problem yang dihadapi remaja modern.
Selain
itu, yang tak kalah pentingnya adalah Islam sebagai keyakinan hidup
telah memberikan terapi yang sangat bijak. Dan, jarang potensi ini
dimanfaatkan orangtua untuk mendekati problem anaknya. Padahal, jika
berbicara dengan nuansa bathin agama, anak akan dengan mudah menerima
dan bangkit kembali ke jalan yang benar. Yang sering kita jumpai justru
sebaliknya. Anak berbuat salah kadang-kadang malah ditekan, dihukum
bahkan ada yang kelewat batas hingga diusir keluar dari rumah. Dari
sudut pandang apa pun, cara seperti ini kurang tepat untuk mengatasi
problem remaja. Bahkan, hal ini akan menambah problem orangtua dan bagi
remaja itu sendiri
Mengatasi
problem remaja memang membutuhkan kesabaran, pengalaman, dan kondisi
yang tepat. Sebagai orangtua harus mengerti kapan ia harus berlaku lunak
dan lemah lembut, juga kapan ia harus bersikap tegas dan didisiplin.
Tidak bisa orangtua hanya bersikap kasar terus-terusan, atau sebaliknya.
Pendek kata, orangtua harus sering-sering menjalin komunikasi secara
dialogis. Proses dialogis yang santun dengan sentuhan agama akan
menambah harmonisasi antara orangtua dan remaja.
Orangtua
adalah teladan pertama bagi anak. Baik buruknya anak sangat tergantung
orangtua dalam membimbing dan mengarahkan anaknya. Bahkan, ada sebuah
ungkapan yang ekstrim menyatakan “anak merupakan cermin orangtua”. Meski
ungkapan ini tidak bisa dijadikan pegangan, tetapi menyiratkan arti
bahwa anak adalah bagian dari identitas orangtua. Sehingga orangtualah
yang pertama memecahkan problem anaknya sebelum orang lain ikut
mengatasinya.
Keberhasilan
anak sangat tergantung orangtua. Karena orangtualah yang banyak
mengerti kondisi psikis dan fisiologis seorang anak. Setidaknya, ada
lima kiat yang dapat dilakukan orangtua dalam mengatasi problem dunia
remaja. Pertama, otangtua dapat mencari cara untuk
mengembangkan potensi remaja itu dan mengarahkannya menjadi lebih
optimal. Dengan cari ini potensi anak akan tersalurkan pada
kegiatan-kegiatan yang positif, bermanfaat dan disertai dengan arahan
orangtua. Selama ini banyak orangtua yang justru memberikan kebebasan
anaknya, tanpa diiringi dengan bimbingan dan arahan yang tepat.
Akibatnya anak menjadi salah pergaulan, salah menyalurkan kegiatan
sehingga yang muncul justru persoalan-persoalan baru.
Kedua,
cara mengajarkan kedisiplinan, kemandirian, dan tanggungjawab. Setiap
anak sejatinya dididik agar dapat mandidi dan tanggungjawab. Orangtua
tidak perlu sering “memanjakan” anak agar tidak terjadi ketergantungan
dengan orang lain. Orangtua dapat memberikan tanggungjawab dan berbagi
peran dalam urusan keluarga. Dengan begitu anak akan terbiasa lebih
disiplin pada pekerjaanya, punya rasa tanggungjawab dan mandiri.
Ketiga,
cara menanamkan nilai-nilai akhlak karimah pada diri anak/remaja.
Lingkungan keluarga adalah sarana penanaman dasar-dasar moral atau
akhlak pada usia anak. Sebagai pendidikan pertama dan utama, di keluarga
anak mulai dikenalkan sikap, perilaku hubungan dalam keluarga. Orangtua
dapat menamkan sifat-sifat empati, rasa saling menolong, membantu,
memberi dan sebagainya. Begitu pula remaja menjalin hubungan dengan
kerabat, tetangga, dan teman-teman mereka. Tak jarang remaja salah
pergaulan dalam menjalin hubungan tersebut.
Keempat,
metode membangun komunikasi yang efektif bersama remaja. Seiring dengan
pertumbuhan usia remaja, biasanya orangtua mulai berkurang hubungan
komunikasi dengan anaknya. Karena memasuki remaja, biasanya anak
tersebut mulai banyak memiliki teman dan dalam proses mencari
pengakuan/identitas diri agar tidak dicap sebagai remaja yang tidak
gaul. Disaat inilah peran orangtua dibutuhkan tetap menjalin komunikasi
yang intensif, untuk menanyakan
hal-hal mendasar yang semestinya orangtua ketahui. Faktanya, justru
seringkali orangtua membiarkan dan terkadang bangga kalau anaknya sudah
memiliki banyak teman. Padahal itu sangat berbahya jika orangtua
membiarkan tanpa campur tangan.
Kelima,
mengajarkan pendidikan seks yang benar dan islami kepada remaja.
Munculnya pergaulan bebas dikalangan remaja, menimbulkan rasa cemas
orangtua dan siapa saja yang memiliki anak remana. Orangtua berkewajiban
menanamkan pendidikan seks pada anak-anaknya sejak usia dini dalam
lingkup keluarga. Kebebasan yang diberikan orangtua kepada anaknya
seringkali menjadikan tidak terarah dengan baik. Meski begitu, orangtua
juga tidak boleh terlalu kaku dan keras untuk mengekang anaknya tanpa
penjelasan pemahaman yang menyadarkannya.
Dari
kelima cara tersebut, barangkali masih belum cukup. Karena tingkat
problema remaja saat ini begitu kompleks. Sehingga upaya pemecahannya
sangat mungkin bisa variasi sesuai dengan kadar persoalan yang
dihadapinya. Mengekplorasi problematika remaja memang butuh kejelian dan
kesabaran yang tinggi. Sebab berbagai persoalan remaja, terutama
memasuki tahap pertumbuhan, baik fisik maupun psikis, dengan segala
keunikannya memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang memadahi.
Barangkali orangtua juga perlu membaca buku-buku, majalah, atau
mengikuti seminar tentang remaja agar dapat menyelami berbagai problem
remaja dewasa ini. Dengan bekal itulah, orangtua diharapkan bertambah
pengetahuan dan pengalamannya.
0 komentar:
Posting Komentar